YLBHI dan 15 LBH se-Indonesia Kecam Pembubaran Paksa Porseni Waria-Bissu di Soppeng

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bersama 15 Kantor LBH se-Indonesia yang berada di bawah naungan YLBHI mengecam keras tindakan Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan yang tidak memberikan izin pelaksanaan Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) Waria-Bissu se Sulawesi Selatan dan tindakan Polres Soppeng yang membubarkan secara paksa Porseni Waria-Bissu di Kabupaten Soppeng pada Kamis 19 Januari 2016 kemarin.

Selain YLBHI, pihak-pihak yang mengecam antara lain: LBH Aceh, LBH Padang, LBH Medan, Direktur LBH Pekanbaru, LBH Pelembang, LBH Lampung, LBH Jakarta, LBH Bandung, LBH Jogjakarta, LBH Semarang, LBH Surabaya, LBH Bali, LBH Makassar, LBH Papua, LBH Papua Barat.

“Aparat kepolisian yang seharusnya sebagai aktor pelaksana kewajiban HAM malah mencerabut hak-hak komunitas masyarakat, dalam hal ini Komunitas Waria-Bissu Sulawesi Selatan, terkait hak atas kebebasan berekspresi disamping itu juga hak untuk berkumpul dan berserikat serta hak berpartisipasi dalam sektor seni dan budaya,” ungkap Asfinawati, Direktur YLBHI, dalam rilisnya kepada media, Jumat (20/1/2017).

Tindakan ini dianggap melanggar konstitusi UUD 1945, terutama terhadap pasal 28C (1), 28E ayat (3). Juga adanya pelanggaran HAM yang mana dimuat dalam UU No. 39 tentang HAM, UU No. 11/2005 tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan UU No. 12/2005 tentang Hak Sipil dan Politik.

Menurut Haswandy, Direktur LBH Makassar, kegiatan ini sebenarnya telah mendapat persetujuan dan dukungan dari Bupati Soppeng dan DPRD Soppeng. Hal ini bisa dlihat dari adanya pertemuan bersama DPRD, yang diliput dan siarkan langsung oleh televisi lokal pada tanggal 16 Januari pukul 14.00.

Panitia juga telah mengajukan surat permohonan rekomendasi ke Kepolisian Resort (Polres) Soppeng yang ditindaklanjuti dengan keluarnya surat rekomendasi dari Polres Soppeng kepada Polda Sulawesi Selatan agar Polda mengeluarkan izin acara.

“Namun ternyata belakangan Polda justru mempersulit perizinan dengan adanya permintaan daftar peserta kegiatan, juga termasuk nama, foto dan nomor telepon dari pimpinan organisasi dari setiap Kabupaten dan Kota,” katanya.

Kepolisian dikabarkan mengancam tidak memberikan izin jika permintaan tersebut tidak dipenuhi. Selain itu, Kepolisian juga memaksa panitia untuk menandatangi surat yang telah disiapkan oleh kepolisian yang mana menyebutkan kesiapan pantian untuk bertanggungjawab sepenuhnya bilamana terjadi sesuatu.

“Pihak Kepolisian beralasan adanya laporan pengaduan yang diterima dari Forum Umat Islam Soppeng atau FUIS terkait penolakan pelaksanaan kegiatan Porseni ini. Tapi di lapangan, Kamis lalu, 19 Januari sekitar pukul 17.00 WITA, Polisi membubarkan acara yang akan berlangsung bahkan pembubaran tersebut diikuti dengan aksi melepas tembakan peringatan.”

Panitia kegiatan dinilai telah berusaha melakukan negosiasi dengan pihak Polres Soppeng dan pemerintah daerah termasuk Kepala Kejaksaan, Dandim dan Wakil DPRD Soppeng. Dalam negosiasi tersebut, pihak kepolisian tetap bersikukuh tidak akan memberikan izin atas acara sebelum adanya surat dari Polda Sulsel.

YLBHI selanjutnya menilai pihak kepolisian tidak memiliki landasan apapun untuk tidak memberikan izin dibarengi dengan sejumlah persyaratan (disertai ancaman) bahkan membubarkan secara paksa. Sepatutnya pihak kepolisian harus melakukan perlindungan dan pengamanan agar pelaksanaan kegiatan budaya ini dapat terlaksana dengan baik.

Sebagai bentuk respon awal, YLBHI dan 15 Kantor LBH Se-Indonesia, menyatakan sikap antara lain:

Pertama, mengecam keras  Tindakan Kepolisian  Resort Soppeng membubarkan paksa Paksa Pekan Olahraga & Seni (Porseni) Waria Bissu se-Sulawesi Selatan di Kabupaten Soppeng.

Kedua, mendesak Pihak Mabes Polri untuk melakukan evaluasi dan penyelidikan atas tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh aparat kepolisian baik ditingkatan Polda Sulawesi Selatan dan Polres Soppeng atas pelarangan disertai pembubaran paksa kegiatan budaya Porseni Waria-Bissu Sulawesi Selatan.

Ketiga, mendesak Komnas HAM untuk melakukan pemantauan lapangan atas tindakan pelanggaran HAM oleh pihak Kepolisian dan pemerintah daearah terkait pembubaran kegatan budaya Porseni Waria-Bissu Sulawesi Selatan, dan mendorong adanya pertanggungjawaban HAM oleh Kepolisian Daerah Sulawesei Selatan

Keempat, mendesak pemerintah daerah Sulawesi Selatan untuk memberikan dukungan sepenuhnya atas kegiatan budaya ini untuk dapat dilaksanakan dengan adanya jaminan perlindungan dan keamanan bagi seluruh pelaksana dan peserta kegiatan.

Porseni ini sendiri merupakan agenda tahunan Forum Kerukunan Waria/Bissu Sulawesi Selatan. Pada pelaksaanan Porseni ke-23 direncakanan dilaksanakan pada 19-22 Januari 2017 dan akan dihadiri oleh 600 peserta yang berasal dari kabupaten/kota di Sulawesi Selatan.

Sumber : merahnews.com

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *