Siaran Pers LBH Semarang : Mengecam Tindakan Penyiksaan yang Dilakukan oleh Perwira Polrestabes Semarang

lbh semarang

Semarang, 31 Januari 2017. Cita-cita untuk mewujudkan aparat kepolisian yang berorientasi kepada Hak Asasi Manusia (HAM) harus terganjal dengan adanya peristiwa penyiksaan yang diduga dilakukan oleh Kanit Turjawali Satuan Sabhara Polrestabes Semarang AKP Subadi terhadap salah seorang tahanan Polrestabes Semarang berinisial AFR. Penyiksaan ini dilakukan dengan menyiramkan air panas kepada AFR sehingga menyebabkan beberapa bagian tubuh AFR melepuh (Suara Merdeka, 31/1). Dari kejadian ini, terlihat bahwa meskipun Convention Against Torture and Other, Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia – selanjutnya disebut Konvensi Anti Penyiksaan) telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 5 tahun 1998, kesadaran untuk mengedepankan prinsip-prinsip HAM belum dipahami secara baik di Tubuh Polri, bahkan di tataran Perwira.

Dalam perspektif hukum HAM, apa yang telah dilakukan oleh AKP Subadi, selain telah melanggar ketentuan dalam Konvensi Anti Penyiksaan juga melanggar ketentuan dalam Pasal 28G ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM. Bahkan dalam Penjelasan Undang-Undang HAM, dinyatakan bahwa penyiksaan merupakan pelanggaran HAM berat. Oleh karena itu, dibutuhkan pula mindset penegakan hukum yang tidak sekedar melihat bahwa kasus ini merupakan tindak kekerasan biasa, namun merupakan penyiksaan yang dilakukan oleh seseorang yang dipersenjatai negara guna melindungi warga negara namun tidak sadar akan kewajibannya dan malah berbuat sebaliknya.

Kemudian, bercermin dari kasus AKP Subadi (yang notabene merupakan perwira) muncul pula kekhawatiran akan tingkat pemahaman terhadap HAM di tataran bintara yang cenderung lebih banyak melakukan kerja operasional dan langsung bersentuhan dengan masyarakat. Ketidakpahaman ini tentunya akan bertentangan dengan prinsip-prinsip peradilan yang adil (fair trial) sebagai bagian dari HAM. Artinya, masyarakat masih berada dibawah bayang-bayang aparat kepolisian yang belum matang dalam pemahaman terhadap HAM.

Meskipun telah ada Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 yang mengamanatkan adanya implementasi prinsip-prinsip HAM dalam penyelenggaraan tugas kepolisian, dari kejadian ini tampak bahwa Polri masih butuh upaya sangat keras untuk merubah mental seluruh aparaturnya agar tidak lagi menggunakan pendekatan kekuasaan dalam menjalankan tugas negara. Bukan hal yang tidak mungkin, bahwa Perkap ini bahkan belum dibaca (apalagi dipahami) secara menyeluruh oleh anggota kepolisian, lantaran faktanya masih terjadi pelanggaran HAM oleh pihak kepolisian. Padahal dalam ajaran HAM, terdapat adagium one is too many. Artinya, satu saja pelanggaran HAM sudah terlalu banyak lantaran telah merendahkan martabat kemanusiaan. Untuk itu, negara, bagaimanapun caranya, harus mengupayakan segala bentuk pelanggaran HAM oleh aparaturnya.

Untuk itu, kami menyatakan:
1. Mengecam tindakan penyiksaan yang dilakukan oleh AKP Subadi, personel Polrestabes Semarang
2. Agar pihak kepolisian menjamin korban (AFR) mendapatkan pelayanan medis terbaik
3. Agar pimpinan kepolisian melakukan upaya-upaya peningkatan pemahaman anggotanya terhadap HAM
4. Agar seluruh personel kepolisian memperhatikan prinsip-prinsip HAM dalam bertugas, lantaran kepolisian merupakan institusi yang sangat rentan melakukan pelanggaran HAM
5. Agar aparat kepolisian melakukan penyidikan yang profesional dan objektif terhadap AKP Subadi

Narahubung:
Rizky Putra Edry (0823 8680 7165)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *