LBH Medan : Desak BPK Audit PLN

Naiknya Tarif Dasar Listrik (TDL), ternyata tidak dibarengi dengan peningkatan pelayanan yang diberikan PLN. Pemadaman listrik tidak kunjung berakhir dan cenderung semakin parah.
Melihat kenyataan ini, elemen masyarakat mencurigai adanya praktik korupsi yang lebih besar di tubuh perusahaan plat merah itu, dan mendesak BPK melakukan audit menyeluruh.
Lembaga Bantuan Hukum(LBH) Medan melalui Direkturnya Surya Adinata , mendesak pihak kejaksaan untuk meminta Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) melakukan audit terhadap PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero baik yang ada di pusat maupun di daerah-daerah.
Hal itu diungkapkan Direktur LBH Medan Surya Adinata kepada di Medan,Sabtu (9/8) seraya menyatakan hal tersebut untuk memastikan informasi yang diterima oleh masyarakat terkait kerugian yang dialami BUMN itu dalam menjalankan operasionalnya.
“Pernyataan yang selalu dilontarkan oleh pihak PT PLN terus mengalami kerugian tidaklah masuk akal, mengingat listrik sering padam, namun tagihan listrik masyarakat tetap tidak berkurang. Selain itu koruptor dapat dijamin Rp 23 miliar dengan alasan seorang tenaga ahli,akan tetapi listrik tetap padam,mengapa jika perusahaan merugi dapat menjamin seorang koruptor,” ujar Surya Adinata.
Selama ini,katanya, listrik dimonopoli oleh PLN, namun dalihnya tetap merugi sehingga menaikkan tarif dasar listrik (TDL). “Tetapi yang terjadi,PLN menyerahkan pekerjaan kepada pihak ketiga seperti pencatat meteran, pemeliharaan jaringan, dan lainnya,” ujar Surya.
Ironisnya, lanjut Direktur LBH Medan, PLN yang mengaku pasokan listrik terbatas tetap menerima sambungan baru, seperti centre point, perumahan dan pusat bisnis lainnya.“ Dan, patut dipertanyakan, bagaimana penggunaan BBM seperti solar, yang selama ini tidak transparan.
Dimana satu GT yang beroperasional maupun dua GT yang beroperasional tetap sama kebutuhannya, dimana kelebihan BBM tersebut,” tanya Surya.“Bahkan mantan Dirut PTPLN Dahlan Iskan menyatakan perusahaan PLN tidak mengalami kerugian melainkan untung.
Tapi, General Manager (GM) didaerah mengatakan rugi. Ini satu hal yang perlu dipertanyakan.Untuk itu, selain meminta BPK dan kejaksaan melakukan audit ,Surya minta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut permasalahan ini sehingga masyarakat mengerti persoalannya.
Sementara Kasipenkum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) Chandra Purnama mengatakan, selama ini pihaknya telah melakukan pemantauan terkait tindak pidana korupsi di PT PLN, seperti pengadaan onderdil yakni flame tube GT 1.1 dan 1.2, kemudian GT 2.1 dan 2.2 dan kasusnya telah disidangkan.
Selain itu, kata Chandra,pengadaan lahan atau pembebasan lahan Asahan III juga telah disidangkan .’’S aat ini kita menunggu laporan dari Tim Pidana Khusus untuk menemukan tindak pidana korupsi lainnya di PT PLN,” ujarnya dan mengimbau warga yang menemukan adanya dugaan korupsi di tubuh PLN dapat melaporkannya kepada kejaksaan.’’Kita akan pelajari dan dalami.
Jika ada unsur korupsi kita langsung tangani sehingga dapat mengungkap dalang krisis listrik di Sumatera Utara,’’ katanya. Hal senada dikatakan Ketua Umum Aliansi Ormas Islam Sumatera Utara Pembela Masjid Drs H Leo Imsar Adnans.
Secara terpisah, Imsar mendesak Kajatisu dan Kapoldasu mengusut indikasi kasus korupsi yang terjadi di lingkungan PT Perusahaan Listrik Negara.“Kita minta kejaksaan tidak hanya mengusut korupsi pada pengadaan komponen pembangkit, namun masih banyak dugaan korupsi di bagian-bagian lainnya di tubuh PLN,” kata Imsar kepada Waspada, Jumat (8/8) di Medan.
Menurut Leo Imsar, adanya dugaan korupsi di tubuh PLN, selain merugikan Negara juga meresahkan warga Sumatera,karena dampaknya terjadi pemadaman yang terus menerus. Bahkan, dunia usaha di daerah ini serta iklim investasi terganggu.
Imsar mengatakan, indikasi terjadinya korupsi bisa dilihat dari rekening listrik, di mana saat listrik sering padam, tagihan listrik tidak berkurang. Begitu juga, tersangka koruptor di PT PLN tidak ditahan dengan alas an sebagai tenaga ahli dan dijamin dengan uang PLN atau uang negara sebesar Rp 23 miliar.
“Seharusnya, kalau koruptor tersebut sebagai tenaga ahli, yang bersangkutan bisa mengatasi masalah tersebut sesuai keahliannya sehingga ada solusi baru. Yang sekarang terjadi, pemadaman listrik semakin parah, hampir setiap hari terjadi,”sebut Leo Imsar.
Indikasi korupsi lainnya,tambahnya, tidak transparannya pemakaian BBM mesin pembangkit, banyaknya menerima pemasangan baru dari perusahaan swasta dan pusat bisnis,padahal PLN mengaku pasokan listrik terbatas. Bahkan, PLN banyak mengalihkan pekerjaan kepada pihak ketiga,seperti pencatatan meteran listrik dan pemeliharaan jaringan.
Selidiki
Sedangkan Ketua Polri Watch,Ikhwaluddin Simatupang, dikantornya,Jl. Brigjen Katamso,Medan, Jumat (8/8) mengatakan, jika sebelumnya terungkap perkara korupsi pengadaan peralatan pembangkit listrik dengan diadilinya sejumlah pejabat PLN Sumut di Pengadilan negeri (PN) Medan, pihak penyidik harus mau dan mampu mengungkap dugaan korupsi maupun penyimpangan lain ditubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut.
Kata Ikhwaluddin, terkait bahan bakar minyak (BBM) solar yang digunakan untuk pembangkit listrik, apakah sesuai anggaran yang direalisasikan dengan penggunaannya. ‘’Misalnya, dengan padamnya listrik, apakah BBM yang disediakan tidak terpotong atau dikurangi karena mesin pembangkit tidak efektif beroperasi. Ini yang diusut,’’ katanya.
Sedangkan pekerjaan yang diserahkan kepada pihak ketiga, praktisi hukum ini berpendapat, harus ditangani kembali oleh PLN untuk efisien danefektivitas. Demikian juga tentang sambungan baru, Ikhwaluddin menyebutkan, seharusnya terhadap perusahaan-perusahaan besar, seperti Centre Point,tidak dilakukan karena pihak PLN sendiri mengaku kurang pasokan.
‘’ Centre Point bisa membeli genset atau pembangkit sendiri, sedangkan masyarakat tidak mampu membelinya,’’katanya dan meminta Gubsu membuat kebijakan, apabila perusahaan besar seperti hotel, plaza dan lainnya ingin beroperasi harus disyaratkan tidak diberikan sambungan baru oleh PLN.
Terkait tagihan listrik masyarakat yang tidak berkurang,dia memaparkan, tagihan tersebut mungkin atau diduga tidak penuh untuk sebulan pemakaian atau dihabiskan. Misalnya, kata dia, tagihan bulan Mei sebenarnya Rp 400 ribu, namun di rekening Rp300 ribu, tetapi pada suatu saat, seperti Lebaran dan Natal dan Tahun Baru, tagihan pelanggan membengkak menjadi Rp 800 ribu. ‘’Ini patut menjadi pertanyaan,apakah pencatat meter bekerja atau tidak.Selain itu PLN pusat harus mengaudit PLN diwilayah. Sebab, ketidak sesuaian setiap bulannya, antara pemakaian listrik dengan pembayaran,’’ katanya.

 

 

Sumber : beritasore.com

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *