LBH Padang: Hanya 75 Hakim yang Laporkan Harta Kekayaan

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar), mencatat 75 hakim yang melaporkan harta kekayaan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga 6 Desember 2013.

“Dari 135 orang hakim lingkungan peradilan umum di Sumbar yang melaporkan atau pernah melaporkan harta kekayaannya kepada KPK hanya berjumlah 75 0rang Hakim atau 55,56 persen,” kata Anggota Divisi Pembaharuan Hukum dan Peradilan LBH Padang, M Nurul Fajri di Padang, Senin (9/12/2013).

Menurutnya, dari sekian banyak tersebut, hanya 7,4 persen yang memperbarui laporan harta kekayaanya sesuai dimana tempat ditugaskan saat ini dari lebih kurang total 135 orang hakim yang ada di lingkungan peradilan umum Sumbar.

Artinya lebih kurang hanya berjumlah 10 orang hakim yang memiliki itikad baik untuk memperbarui pelaporan harta kekayaannya.

“Ini menunjukan buruknya kualitas kejujuran hakim yang ada di Sumbar dan patut diduga selama bertugas ada indikasi melakukan praktek korupsi,” ujarnya.

Apabila dilihat secara institusi di luar pengadilan Tipikor dan pengadilan hubungan industrial persentase hakim di Sumbar yang pernah melaporkan harta kekayaan kepada KPK yakni PT Padang 82 persen, PN Padang, 79 persen dan PN Sawahlunto 75 persen.

“Laporan mereka masih laporan yang lama saat mereka melaporkan ke KPK,” katanya.

Ia mengatakan, hakim selaku penyelenggara negara memiliki kewajiban hukum dalam melaporkan harta kekayaannya maupun memperbaharui laporan harta kekayaan.

“Kewajiban dari pelaporan ini memiliki semangat untuk menciptakan penyelenggaraan dan penyelenggara negara yang bebas dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme,” katanya.

Landasan hukum hakim sebagai penyelenggara negara yang memiliki kewajiban melaporkan harta kekayaannya dinyatakan dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas dan Bersih Dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme, UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Mekanisme pelaporan harta kekayaan penyelenggara negara telah di atur dalam Keputusan KPK Nomor KEP 07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara,” katanya.

Menurut dia, pelaporan harta kekayaan ini semestinya tidak hanya dianggap sebatas kewajiban dari peraturan perundang-undangan. Akan tetapi juga untuk meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap peradilan, khususnya peradilan umum.

“Bagaimanapun juga sesungguhnya wajah peradilan itu terletak pada perilaku hakimnya,” katanya.

Semestinya apabila Mahkamah Agung (MA) ingin melakukan reformasi di tubuh institusinya, lanjut M. Nurul, upaya preventif seperti transparansi dan akuntabilitas harta kekayaan hakim juga menjadi fokus utama karena juga menjadi bagian dalam mengurangi rasa kecurigaan masyarakat pencari keadilan terhadap pengadilan khususnya hakim atau memenuhi rasa keadilan itu sendiri.

 

Sumber : ranahberita.com

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *