Kejati Lampung Dituding Kompromi Koruptor

Penghentian proses hukum perkara dugaan penggelembungan bantuan operasional sekolah (BOS) Kota Bandarlampung TA 2011–2012 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 250 juta oleh Kejati Lampung disoal.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung Wahrul Fauzi Silalahi menuding korps Adhyaksa kompromi dengan para koruptor. Hal itu terlihat langkah kejati yang lebih melihat pengembalian uang yang dikorupsi pada kasus BOS tersebut.

’’Kami miris melihat korupsi pada dunia pendidikan hari ini. Belum tuntas kasus DAK Lampung Tengah dan Lampung Utara, ditambah lagi kasus dana BOS berjamaah di Kota Bandarlampung. Ini bukti hancurnya moral para pendidik, tapi diamanin oleh kejati. Kami melawan keras atas kebijakan itu jika kasus ini ditutup dengan alasan sudah adanya pengembalian kerugian negara,” kata Wahrul seperti yang dilansir Radar Lampung (JPNN Group), Minggu (24/11).

Menurut Wahrul, jika hanya pengembalian uang, di mana efek jeranya” ’’Kalau metode penerapan yang dilakukan kejaksaan hanya dengan pengembalian kerugian negara, para koruptor akan kian menjadi,” ungkapnya seraya mengatakan, langkah kejati itu adalah bentuk kompromi terhadap tersangka korupsi dan kontraproduktif dengan semangat pemberantasan korupsi.

”Dalam melakukan penindakan hukum harus maksimal. Selain juga pengembalian uang negara harus dilakukan oleh kejaksaan. Jangan dibuat timpang dari kedua metode ini,” ucapnya.

Terpisah, Kajati Lampung Momock Bambang Samiarso terkesan membela diri atas langkah penghentian kasus itu. Menurut dia, dalam perkara itu para kepala sekolah telah mengembalikan kerugian negara pada tahap penyelidikan sebelum masuk proses penyidikan. Sehingga jika tahap penyelidikan dan kerugian negara telah dikembalikan sebelum dinaikkan ke penyidikan, proses itu masih bisa dihentikan.

”Kecuali kalau memang prosesnya sudah dinaikkan ke tahap penyidikan, baru tindak pidananya diteruskan sampai ke persidangan. Ini kan prosesnya masih penyelidikan. Makanya, kami hentikan setelah mereka mengembalikan kerugian negara,” ungkap Momock.

Dia melanjutkan, pihaknya dalam melakukan proses penyelidikan terhadap dugaan markup dana BOS menggunakan asas hukum progresif. Di mana dalam asas itu bisa diselesaikan melalui restorasi justice, tidak semua perkara pidana sampai ke tahap pengadilan.

”Kami mencoba memberikan kesadaran buat mereka untuk tidak mengulangi markup dana BOS. Tapi, kalau mereka masih mengulanginya kembali, kami akan memprosesnya hingga sampai ke pengadilan,” ungkapnya.

Diketahui sebelumnya, meski telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp250 juta, kejati secara resmi telah menghentikan proses penyelidikan dalam kasus dugaan markup BOS Kota Bandarlampung TA 2011–2012.

Asisten Intelijen Kejati Lampung Sarjono Turin mengatakan, dikarenakan seluruh kepala sekolah yang diduga markup penyimpangan dana BOS telah mengembalikan kerugian negaranya, pihaknya tidak melanjutkan proses itu dan secara resmi menghentikannya.

 

Sumber : jpnn.com

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *