Kejagung Dinilai Tak Serius Berantas Korupsi

Koalisi Masyarakat AntiKorupsi mempertanyakan komitmen Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam memberantas korupsi.

Keraguan ini muncul, karena koalisi yang di antaranya terdiri dari LSM antikorupsi seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menganggap, Kejagung tidak serius memberantas korupsi.

Tama S Langkun, anggota koalisi dari ICW mengatakan, indikator ketidakseriusan Kejagung dalam memberantas korupsi adalah dalam hal eksekusi sejumlah keputusan kasus korupsi yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

“Koalisi fokus pada yang eksekusi. Hilirnya. Di hilirnya saja yang sudah inkracht begini. Ini PR (Pekerjaan Rumah) serius,” tegasnya dalam konferensi pers di kantor ICW, Minggu (20/10).

Sejak  2002 hingga tahun 2013, lanjut Tama, baru tujuh kasus korupsi yang di eksekusi. Sementara masih ada 37 kasus korupsi yang sudah inkracht, namun hingga kini belum di eksekusi oleh Kejaksaan Agung.

Ia menceritakan, pada Mei lalu, koalisi melakukan audiensi dengan Kejaksaan Agung. Di forum itu, Kejaksaan menjelaskan bahwa alasan belum dilakukan eksekusi, karena para terpidana telah melarikan diri ke luar negeri. Terdapat sekitar 25 terpidana yang buron, empat sakit ataupun sakit jiwa, satu mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan enam sisanya tidak jelas.

“Beberapa nama yang belum dieksekusi antara lain adalah Djoko Tjandra, terpidana perkara korupsi cessie Bank Bali, Samadikun Hartono, terpidana korupsi BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) Bank Modern dan Adelin Lis, terpidana korupsi reboisasi dan illegal logging di kawasan Mandailing Natal,” kata Tama.

Ia berpendapat, eksekusi terhadap para terpidana harus segera dilakukan. Pasalnya dengan tidak dieksekusinya terpidana, maka memperbesar peluang tersangka untuk melarikan diri.

Salah satu akibat dari lambannya eksekusi adalah Sudjono Timan yang diputus bebas dalam tingkat PK. Melalui istrinya, terpidana kasus BLBI ini mengajukan PK dan diterima. Padahal kasus Sudjono sudah inkracht sejak Desember 2004 lalu.

“Karena itu Kejaksaan Agung harus melakukan percepatan pelaksanaan eksekusi terhadap terpidana kasus korupsi, termasuk memburu dan membawa pulang para koruptor yang melarikan diri ke luar negeri untuk di eksekusi di Indonesia,” tegas Tama.

 

Sumber : beritasatu.com

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *