Napi Korban Penganiayaan Harus Dilindungi

Narapidana yang menjadi korban penyiksaan sipir di Lembaga Pema­syarakatan (LP) Kelas IIB Solok harus mendapatkan perlindungan dan dipin­dahkan penahanannya untuk menghindari teror terhadap korban. Napi tersebut harus dilindungi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

 

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Vino Oktavia selaku kuasa hukum keluarga korban, tengah meng­upayakan pengamanan terhadap korban dari tekanan fisik dan psikologis dari pihak LP dan  sesama napi.

 

Vino mendesak Kakanwil Hukum dan HAM Sumbar memberi perlindungan pada Riko Yandra, 28, mengingat teror dan tekanan masih berlangsung hingga kemarin.

 

“Bahkan pada saat Kanwil Hukum dan HAM Sumbar melakukan penyelidikan, teror berupa pemaksaan agar keluarga menghapus foto-foto bekas penyiksaan korban yang beredar di facebook, dan tekanan untuk mencabut laporan ke Polda pada 16 September 2013, masih terjadi,” ungkap Vino.

 

Menyikapi itu, LBH telah bertemu dengan Kabid Pemasyarakatan Kanwil Hukum dan HAM serta mengirimkan surat pengajuan pemindahan korban ke LP Padang atau Bukittinggi. LBH juga sudah meminta LPSK memberi perlindungan.

 

“LBH bersama keluarga korban telah bertemu Komnas HAM siang ini dan meminta investigasi terhadap kasus penyiksaan ini,” ujar Vino.

 

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Sumbar Firdaus mengatakan, berulangnya kasus penyiksaan di LP menunjukkan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan terhadap HAM warga binaan belum menjadi perhatian pemerintah.

 

“PBHI meminta Kanwil Kemenkum HAM Sumbar meminta tanggung jawab pejabat terkait atas kejadian ini. Sipirnya juga harus ditindak,” kata Firdaus.

 

Bantah Disetrum

 

Terpisah, Kepala Bidang Pembinaan Keamanan dan Ketertiban (Kantib) Kantor Kanwil Kemenkum HAM Sumbar, Yusuf Sembiring, membantah tudingan keluarga Riko, terpidana kasus narkoba, yang menyebut Riko disetrum petugas LP. Kesimpulan itu diambil Kanwil usai memeriksa saksi korban, dan 4 orang petugas LP piket, kemarin (17/9).

 

Pemeriksaan intensif selama 8 jam, sejak pukul 10.00 itu, memeriksa empat orang petugas LP yang berjaga pada hari itu. Masing-masing, Dedi Bahari, Doni Amora, Siswanto, Arfendi, serta saksi korban.

 

“Kalau pemukulan dengan tangan dan tendangan, itu memang benar. Tapi, tidak disetrum,” terang Yusuf didampingi Kepala LP Laing, Sofyan.

 

Dia menerangkan, pada hari kejadian (Mingggu, (8/9), salah seorang teman dekat korban bernama Susi yang juga mantan warga binaan kasus pencurian pada 2012 lalu datang ke LP, dengan maksud mengantarkan makanan dan pakaian untuk Riko.

 

Namun, setelah diberi masuk, Susi (teman perempuannya) masuk ke areal steril (terlarang untuk dimasuki pengunjung LP). Saat itulah dua petugas LP, Dedi Bahari dan Siwanto menghalangi perbuatan korban yang diduga tengah bermesraan.

 

“Saat ditegur, Riko tidak menggubrisnya. Kemudian kedua petugas ini memukul dan menendang korban. Namun, tidak menyetrumnya,” kata Yusuf.

 

Kendati demikian, Kanwil Kemenkum HAM tetap memberi sanksi disiplin pada petugas LP itu

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *