Terkait Kerusuhan LP Tanjung Gusta, LBH Medan : Copot Kalapas

Kerusuhan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara, merupakan bukti lemahnya pengawasan Menteri Hukum dan HAM (Menhunkam) Republik Indonesia terhadap Lapas di Indonesia. Peristiwa tersebut sudah diperkirakan akan terjadi namun pihak Lapas Klas I Tanjung Gusta tidak melakukan pencegahan atau langkah-langkah menghindari kerusuhan sehingga berakibat kerugian negara sampai korban jiwa. Karenanya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan meminta Menhunkam mencopot Kepala LP Tanjung Gusta Sumut juga meminta Direktur Utama PT. PLN Persero mencopot Kepala PLN Sumut akibat pemadaman pemicu kerusuhan.

Hal tersebut disampaikan Direktur LBH Medan Surya Adinata, SH., M.Kn, beserta staf LBH dalam rilis persnya, Jumat (12/7). Peristiwa kerusuhan di Lapas Tanjung Gusta yang menyebabkan kerugian negara serta adanya korban jiwa merupakan akibat dari tidak adanya upaya pencegahan dini.

Kondisi tersebut harusnya tidak terjadi jika narapidana mendapatkan hak-hak dalam menjalani pidana di Lapas, khususnya perlindungan HAM. Menjalani pidana tidak berarti haknya dicabut dan penghukuman bukan bertujuan mencabut hak asasi yang melekat pada dirinya. Sistem pemasyarakatan secara tegas menyatakan narapidana mempunyai hak-hak yang dilindungi dan diakui penegak hukum khususnya seluruh staf di Lapas. Disamping itu juga ada ketidakadilan perilaku bagi narapidana seperti misalnya tidak mendapat fasilitas yang wajar, padahal hak-hak narapidana telah diatur dalam Pasal 14 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995.

Jauh dari Harapan

Sebaliknya, kondisi Lapas memang jauh dari harapan, khususnya kapasitas yang melewati batas. Idealnya, Lapas Tanjung Gusta hanya berkapasitas 1500 orang, namun, tetap dihuni sekitar 2600 orang. Artinya, kapasitas LP melebihi 247 persen dari seharusnya sehingga menjadi potret buram LP.

Over capacity (kapasitas berlebih) disinyalir terjadi karena banyak kasus kecil yang harusnya tidak dilakukan penahanan namun ditahan. Serta, banyaknya kasus kriminalisasi aparat penegak hukum dan semua terjadi secara terstruktur.

Kerusuhan LP yang terjadi pada Kamis (11/7) berawal dari pemadaman listrik sejak subuh hingga sore hari menjelang berbuka puasa. Selain itu, distribusi air ke lapas juga tidak ada. Padahal, di bulan puasa bagi umat Islam, pihak LP mestinya tetap menyediakan kebutuhan para narapidana dan tahanan, di antaranya air dan listrik yang menyala.

Dalam hal ini, ada pelanggaran hak yang dilakukan pihak LP kepada para penghuni, yakni hak untuk beribadah atau salat. Sementara, hak-hak itu tidak dapat terlaksanakan karena air dan listrik tidak tersedia.

Kemudian, pemadaman listrik oleh PLN di sekitar lapas merupakan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang merugikan masyarakat. Pemadaman tersebut juga memicu kerusuhan. Karena itu, PLN juga harus bertanggung jawab dan mestinya tidak melakukan pemadaman listrik di bulan Ramadan. Apapun jawaban yang disampaikan PLN bukan pembenaran terhadap tindakan melakukan pemadaman. Sebagai bentuk tanggungjawab, Kepala PLN Wilayah Sumut dan Kota Medan harusnya meminta maaf dan segera mengundurkan diri.

Oleh sebab itu, LBH Medan meminta beberapa pihak segera melakukan upaya konkret. Presiden RI dan Menkumham RI diharapkan mencopot Kalapas Tanjung Gusta dan melakukan pembenahan kondisi buruk LP. Selanjutnya, Direktur Utama PT. PLN Persero diimbau mencopot Kepala PLN Wilayah Sumut dan Kota Medan akibat pemadaman yang disinyalir memicu kerusuhan

 

Sumber : analisadaily.net

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *