LBH Medan: Polres Siantar Tidak Profesional

Wakil Direktur Muhammad Khaidir F. Harahap menilai pernyataan pihak Polres Pematangsiantar di berbagai media massa tentang penanganan anak di bawah umur, DYS, tidak memiliki dasar dan korelasi dengan kasus DYS.

Menurut Khaidir, pihak Polres mencoba mengaburkan fakta yang sebenarnya dengan mengatakan saat diperiksa usia DYS telah melebihi 12 tahun. Ini didasarkan Kartu Keluarga (KK) yang diperoleh dari Kantor Kelurahan setempat di kediaman orang tua DYS yaitu RS dan TM.

Ia menambahkan, hasil investigasi Tim LBH Medan, William A. Zai dan Syah Rijal Munthe, diperoleh informasi bahwa sebenarnya penyidik Polres Pematangsiantar ternyata sudah mengetahui usia DYS tersebut 11 tahun, namun karena adanya desakan dari ibunya DYS, RS, dan pihak korban maka pihak penyidik melakukan penahan terhadap DYS dengan alasan pernah melakukan perbuatan yang sama.

“Sangat jelas dan terang benderang pihak penyidik melakukan kesalahan besar, itu artinya mereka melakukan penahanan terhadap DYS bukan karena berdasarkan undang-undang tapi karena desakan. Jadi lebih baik penyidik Polres Pematangsiantar mengakui kelalaiannya dan meminta maaf,” katanya.

LBH Medan, katanya, tidak mempermasalahkan penyidikan terhadap DYS. Namun, penyidikan harus mengacu kepada UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang antara lain mengatur batas bawah usia anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban pidana adalah 12 tahun berdasarkan Putusan MK Nomor 1/PUU-VIII/2010, sehingga Pasal 5 ayat (1) berbunyi menjadi : “ dalam hal anak belum mencapai umur 12 tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, maka terhadap anak tersebut dapat dilakukan pemeriksaan oleh penyidik” sementara ayat (2) disebutkan : “apabila menurut hasil pemeriksaan penyidik berpendapat bahwa anak sebagaimana disebut pada ayat (1) masih dapat dibina oleh orang tua, wali atau orangtua asuhnya, penyidik menyerahkan kembali anak tersebut kepada orangtua, wali atau orangtua asuhnya”, namun sebaliknya penyidik melakukan penahanan terhadap DYS.

Khaidir menambahkan, selain melanggar UU No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, penyidik juga telah melanggar Keputusan Bersama enam Instansi tentang Penanganan Anak yang Berhadapan Dengan Hukum, pada Pasal 13 poin (a) disebutkan : “perlakuan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana penyidik melakukan upaya penanganan perkara anak yang berhadapan hukum dengan pendekatan keadilan restoratif untuk kepentingan terbaik bagi anak, wajib melibatkan balai pemasyarakatan, orangtua dan/atau keluarga korban dan pelaku tindak pidana serta tokoh masyarakat setempat”, namun lagi-lagi penyidik tidak ada melakukan penyelesaian dengan cara restorative justice system.

“Mengenai dugaan Kartu Keluarga yang palsu tersebut adalah permasalahan yang berbeda, jadi tidak perlu ditanggapi, biarlah penyidik yang melakukan penyelidikan untuk menemukan siapa oknum yang memalsukan itu,” ujarnya.

Berdasarkan hal tersebut LBH Medan meminta kepada seluruh instansi yaitu Polres P. Siantar, Kejaksaan Negeri P. Siantar dan pengadilan Negeri P. Siantar agar lebih berhati-hati dalam melakukan proses penyidikan, penuntutan maupun proses pemeriksaan di Pengadilan, khususnya dalam permasalahan anak yang berhadapan dengan hukum.*

 

 

Sumber : medanpunya.com

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *