Langgar Pengelolaan Lingkungan, Ribuan Warga Tolak PLTU Batang

Ribuan nelayan di Batang melakukan konvoi aksi penolakan pembangunan PLTU Batang di tengah laut yang berjarak sekitar 12 KM dari garis lurus pantai. Aksi tersebut diikuti oleh 250 kapal berukuran mini, dipergunakan berlayar untuk menampung sekitar 2.000 warga yang tersebar di Desa Roban, Karanggeneng dan Ujung Negoro. Mereka mulai berlabuh sekitar pukul 06.30 Wib, dan mereka di tengah lautan melakukan aksi, menyerukan tolak pembangunan PLTU di Batang.
Menurut salah satu warga Desa Roban, Kecamatan Tulis Kabupaten Batang, Turyono menuturkan bahwa konvoi aksi ini sebagai bentuk penolakan pembangunan PLTU di Batang.
“Pokoknya kami tidak setuju dengan adanya pembangunan PLTU di Batang, apapun itu bentuknya,” ucapnya, di Pantai Roban Batang.
Menurutnya, pembangunan PLTU di Desa Roban telah memaksa hak- hak dan mengintimidasi warga. Bahkan ada 4 orang warga Roban yang telah menjadi korban kriminalisasi dari Polresta Batang.
“Apapun janji yang akan diberikan pada kami, sedikitpun kami tidak akan goyah, dari pada laut yang selama ini menjadi mata pencaharian tidak lestari lagi,” tambahnya.
Hal serupa juga dilontarkan oleh salah seorang nelayan setempat, Karnoto, apabila PLTU dibangun dapat mengancam kekayaan laut oleh bahan beracun, yang tentunya akan menurunkan hasil tangkap ikan, serta ancaman potensi lainnya yang ditimbulkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap.
Wilayah Batang telah ditunjuk sebagai lokasi di mana akan dibangun PLTU batu barayang tersebar di Asia Tenggara dengan kapasitas 2.000 Megawatt. PLTU yang rencana akan dibangun di kawasan konservasi laut Ujung Negoro Roban, di mana sebuah wilayah yang terkenal dengan terumbu karang dan kaya akan tangkapan ikan di Pantai Utara Jawa ini.
Konvoi ribuan warga sendiri didampingi dari YLBHI, LBH Semarang, dan Greenpeace Indonesia menggunakan Kapal Rainbow Warrior, yang ditumpangi oleh para aktivis dunia. Disamping itu, warga juga menggelar ruwatan yang dihadiri oleh 3.000 warga.
Menurut LBH Semarang, Wahyu Nandang Hernawan mengatakan bahwa proyek PLTU itu telah gagal dalam memperhitungkan suara rakyat.
“Masyarakat telah menjadi korban atas nama pembangunan dan melanggar peraturan No. 32/ 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan,” tegasnya

 

Sumber : indonesia6.com

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *